Rabu, 15 Juli 2015

Skripsi, selesaikan apa yang telah dimulai...

Skripsi, selesaikan apa yang telah dimulai...


                Apa yang kami kerjakan. Bukan hanya menunaikan kewajiban. Sekedar menyelesaikan apa yang telah kami mulai 4 tahun yang lalu. Skripsi adalah ujian terakir kami. Bukti cinta kami terhadap pendidikan yang luar biasa besar dan mahalnya itu. Kami tahu betul bertapa pengorbanan kami sudah sampai dititik penghabisan. Kami adalah pekerja, dari pagi hingga petang. Untuk mengejar ilmu yang kami damba, menambahkan huruf dibelakan nama agar terlihat lebih panjang. Untuk menyempurnakan nama yang orang tua beri. Membuat mereka bangga dengan pencapaian kita. Ya.. gelar penambah nama yang kami upayakan.

                Tapi tahukah kalian, apa dan berapa banyak yang harus kami korbankan?. Jika mahasiswa lain mungkin hanya berkorban waktu bermain, tidak berlaku dengan kami. Kami rela bertaruh nyawa. Membagi waktu bak punya istri 5. Kami mati-matian membagi otak kami menjadi beberapa ruang. Jika pagi menjelang sampai sore otak kami bekerja. Dedikasih waktu kami demi profesi. Kami tak mau sedikitpun korupsi waktu, waktu kerja menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawab adalah harga mati. Selepas kerja. Swich Otak mulai kami alihkan. Tugas Kampus sudah mulai memanggil. Ingin rasanya pergi saja, meninggalkan tugas dan biarkan tak terjamah. Tapi kemudian kami sadar kami sudah terlalu jauh untuk menyerah. Menyerah sekarang berarti sama saja aku mengecewakan diri. 4 tahun yang lalu, kami rela bertaruh apapun atas nama pendidikan. Pikiran menyerah sering datang, tapi kami berusah untuk melawan. Kami ingat wajah2 orang tua kami. Gambaran senyum mereka sudah terbayang jauh – jauh sebelum wisuda datang. Itu yang menguatkan kami.

                Ada beberapa teman kami yang menyerah diawal kami masuk kuliah. Beberapa dari kami menyerah di tengah –tengah. Alasan nya cukup sederhana dan kami bisa mengerti.

               Tapi semuanya adalah pilihan indifidu masing-masing. Keputusan-keputusan yang diambil adalah tanggung jawab masing-masing. Asal nanti ketika tua tak menyalahkan waktu lalu, menyalahkan semua hal, mengutuk diri berfikir hidup tidak adil, buatku sah-sah saja. Doaku jangan sampai menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan untuk mengejar ilmu. Tak semua orang punya kesempatan yang luar biasa seperti kita. Coba pikirkan, diluar sana banyak anak-anak yang menginginkan pendidikan yang layak. Harapan mereka tak muluk-muluk untuk menyelesaikan sarjana, mereka hanya berharap bisa baca dan mengerti angka sudah cukup bagi mereka. Sekali-kali boleh kalian ikut mengajar anak-anak jalanan, hanya untuk mendengar dan merasakan, bahwa kita sebenernya harus banyak bersyukur atas kesempatan mengejar ilmu. Mereka tak punya kesempatan itu. Kita punya. Lalu kita sia-siakan? Adilkah?

                Sekarang, untuk diriku, terima kasih banyak. Terimakasih selalu mengingatkan. Selalu memberi nasehat ketiha hati sudah tak menentu. Mengukuhkan diri untuk menyelesaikan apapun yang telah aku mulai. Sebisa mungkin tepat waktu. Tak usah sempurna. Hidup bukan hanya untuk mengejar kesempurnaan. Terimakasih sudah tahan banting mati-matian mengakali waktu. Aku bangga denganmu. Penghargaan tertinggiku untuk mu.

                Mengingat perjuanangku menyelesaikan misi Skripi, tak ada yang spesial mungkin. semuanya wajar apa adanya. Tak ada juga kesulitan-kesilitan mencari sumber referensi. Tak sulit menemui dosen pembimbing. Tak ada hambatan saat sidang. Memang dari awal aku selalu beruntung. Ya.. aku beruntung, selalu beruntung. Aku bersyukur. Tak ada yang istimewa dari proses penyelesaian Skripsi ku. Semua sesuai dengan rencana awal. Sesuai jadwal. Mungkin karena aku tidak menganut sistem perfectionis. Semuanya begitu indah tanpa tekanan. Aku tak tertekan. Malah justru tak membekas sepertinya. Tak ada yang luarbiasa untuk diceritakan. Tapi aku punya sedikit cerita pengingat. Cerita tentang sahabat-sahabat ku yang berjuang untuk mengkhatamkam Kuliah 4 tahun ini.

                Sebut saja Tabuti..  Tak punya kapur ajaib. Mungkin punya.. Tapi disembunyikan.. aku yakin dia punya. Buktinya dia orang yang paling sulit ditemui akhir-akhir ini. Padahal kos kita cuman berjarak sejengkal. Teriak pun terdengar. Disaat sulit ditemui itulah, dia bersembunyi didunia kapurnya.. Mungkin.. Diantara yang lain, dia yang paling apes mungkin, atau bisa jadi paling beruntung. Entahlah tergantung dari prespektif mana kita melihat. Bagiku lucu menceritakan ini. Biarkan aku tertawa sejenak sebelum aku lanjutkan..

                Tertawa atas penderitaan orang lain itu menyedihkan bukan. Tapi Tabuti pasti ngerti, ngetawain dia itu unik. Ada kesenangan tersendiri. Lucu, aneh dan menyenangkan. Bukan berarti seneng dia menderita. Toh gue yakin. Dia seneng kalo liat orang lain seneng. Sahabat itu konyol. Paling seneng ngetawain, tapi jangan salah dia memang ada utuk ngetawain kebodohan yang kita buat. Buat nglupain kesedihan kita juga. Makanya sering ngetawain. Tenang aja. They care. Dont worry. Walaupun ngetawain sampe nangis. Tapi kami pun akan ikut nangis kalo sahabat kita gagal. Unik.

                Tabuti dapet pembimbing Mr. Sukoi.  
                Si Tabuti kecil tak pernah mengeluh sama sekali tentang Mr. Sukoi. Bahkan dengan aku pun. Dia enjoy dengan proses yang sedang dia jalani. Mungkin.. Golongan darah O memang seperti itu to. Dia memiliki membran pikiran yang sulit untuk ditembus orang. Kelihatan strong dari luar, tapi gak ada yang tau seberapa dalem palung didasar hati to. Gue sebagai sahabat nya udah ngerti banget kebiasannya kalo si Tabuti kecil lagi galau luntang-lantung. He’s very sensitive sometimes, kadang tanpa sebab sering jutek. Gak ada alasan yang jelas. Nah kalo kek ini biasanya dia lagi galau. So.. diamkan sebentar besok juga udah sembuh. Terus dia sering ngilang , susah dicari. Terus sering bengong. Ciri ini udah fix nunjukin dia lagi despresi. Berat. Solusinya, jangan dipaksa ngomong. Karena udah pasti dia juga pasti gak ngerti alasan kenapa dia seperti itu. Dia gak merasa berubah. Tapi orang lain ngerasa ada perubahan. Nah lo.. dia ngerasa baik-baik saja. Tapi kalo orang udah kenal banget sama ni anak udah pasti tau, atau paling gak sok tau kalau dia pasti ada apa-apa.

                Telusur punya telusur. Setelah penulis melakukan observasi lapangan dan mendapatkan beberapa data yang akurat serta kemudian diolah dengan metode yang tepat. Maka disimpulkan bahwa Mr. Sukoi memperoleh nilai analisa sebesar 80%, sisanya didominasi masalah pekerjaan, jodoh dan sosial politik.

                Kenapa?
                Inilah alasanya: Mr. Sukoi adalah seorang yang sangat amat detail. Sebagai seorang mahasiswa bimbingan dia harus memiliki standar yang tinggi. Standar hari yang lebih. Sabar yang lebih dari sabar. Mr. Sukoi berhasil menambah kadar kesabaran Rudi. Si Rudi rela ngecheck satu persatu kata demi kata. Menguji hipotesis yang ada. Mengolah informasi. Menyamakan data. Lagi – lagi- lagi. Diulang lagi-lagi-lagi. Sampai tak ada revisi. Perpaduang yang sangat sempurna bukan. Mr. Sukoi yang perfectionis. Sudah dapat dipastikan golongan darah A, bertemu dengan Si Tabuti yang bergolongan darah O. Yang tugasnya dikerjakan pas udah deatline. Yang selalu terlihat Happy walau banyak tekanan, yang nrimo karenena gak enakan. Congratzz... kalian sempurna..

                Si Tabuti menjadi lebih religius. Ini sangat luar biasa. Usut punya usut. Mr. Sukoi tak hanya membantu anak didiknya menyelesaikan skripsi. Ada misi khusus, untuk nenambah kadar keimanan anak didiknya. Caranya unik. Ada beberapa rule yang dia buat atas dasar hak asasi dosbing. Untuk sebagian orang mungkin terdengar agak absurd. Tapi rule ini terbukti ampuh menggembleng anak didiknya putar halauan 180 derajat kearah keimanan yang lebih kaffah tentunya. Bayangin aja, asistensi tidak diterima pas 10 hari puasa. Pak Sukoi mau ngejar setoran katanya. Setoran ramadan.

                Gak ada yang salah sebenarnya. Cara asistensi pak Sukoi luar biasa. Gaya asistensinya luar biasa. Mengingatkan Tabuti untuk lebih mendekatkan diri pada tuhan sang pencipta. Bahkan pernah suatu ketika saat itu jam 12 malam, aku sedang asik diskusi dengan salah satu teman. Tiba-tiba dia datang, bawa sarung. lalu dengan wajah datar dia bilang, “Gue mau isthiqoroh bentar ke masjid”. Luar biasa bukan.

                Perubahan-perubahan menuju kebaikan. Jalan skripsi menuntun dia untuk selalu mengingat Tuhan sang maha pencerah. Dia diingatkan untuk selalu percaya dan yakin, bahwa apapun yang dia kerjakan jika sang Tuhan tak izinkan maka semua sia-sia saja. But Wait.. aku harus meralat beberapa kata sepertinya. Bahwa apapun yang dia kerjakan jika Sang Dosen tak approve maka semua sia-sia saja. Ada kekuatan ketiga sebelum Tuhan yang menentukan langkah nya. 

                Maka, aku sebagai sahabat pun tak mau tinggal diam, membiarkan Tabuti jatuh dari dunianya. Aku tentu saja tak rela. Bukan tak rela dia berubah menjadi baik. Tapi aku harus segera menolong dia yang tak butuh pertolongan. Tapi aku tak perduli, aku punya waktu saat ini, maka akan ku coba untuk menolong. Maka aku ajukan beberapa saran. Saran pertama Tumbuhkan jenggot. Lalu pakai celana ngatung. Kemudian atur bahasa tubuh, atur bahasa e-mail, atur bahasa oral. Begini contohnya, jika ada kesalahan dalam penulisan skripsinya ucapkan Astaufirullah.. Kalau benar ucapkan alhamdulillah. Begini skenarionya:

                Pak Sukoi : Tabuti, sudah sampai mana skripsi kamu, kamu sudah berapa minggu tidak asistensi ke saya?
                Tabuti seharusnya menjawab : Astaufirullah Pak, Afwan saya khilaf. Saya belum mendapatkan referensi yang bapak minta.
                Pak Sukoi : Jadi kapan kamu mau menghadap saya lagi?
                Tabuti seharunya menjawab : InsyaAllah pak, secepatnya. Saya yakin Pak jika Allah mengijinkan minggu depan saya akan asistensi dengan Bapak. Afwan atas keteledoran saya pak.
                Pak Sukoi : baiklah, saya tunggu revisi bab 3 nya paling lambat minggu depan
                Tabuti sudah barang tentu harus menjawab : Sukron pak, terima kasih banyak atas kelonggaran waktu bapak.

Azan magribpun berkumandang di Kampus tercinta.. Inisiatif Tabuti meminta izin untuk menjadi makmum Pak Sukoi,

                Selepas sholat berjamaah, pembahasan skripsi mulai lagi, kali ini membahas bab 2 yang dua minggu lalu sudah pernah dibahas. Lalu semua sudah benar. Semua sudah sesuai dengan keinginan Pak Sukoi. Pak Sukoi pun mulai memuji Tabuti atas apa yang dia kerjakan
                Pak Sukoi : Wah bab 2 sudah Okay, saya bisa approved ini. Selamat. Kerja bagus. Lanjutkan lagi seperti ini.
                Tabuti dilarang keras untuk sombong, maka jawaban paling pas untuk kondisi ini adalah: Alhamdullilah, segala puji Bagi Allah pak, tuhan semesta Alam. Yang maha sempurna yang telah memberikan sedikit ilmunya kepada saya. Semua ini karena Allah pak.
Begitulah skenario yang aku buat untuk membantu Tabuti. Tapi memang tak pernah sekalipun dia mau mendengarkan nasehat ku yang terlihat konyol itu. Sudahlah..

End of story.. Si Tabuti pulang kampung dilebara ini, dia butuh istirahat. Dia butuh ruang untuk berfikir lebih jernih lagi. 2 minggu kiranya cukup buat dia untuk mempersiapkan hari-hari bertemu sukoi lagi suatu hari nanti.

Baiklah.. Cerita skripsi ke dua Buat Iin, Sahabat gue yang udah mirip kek Arjuna. Badanya gede. Tapi hatinya gak setegar kelihatanya. :D
si iin adalah pangilan gue ke dia sejak awal kuliah dulu. Perjuangan dia yang paling gue apreciate dari pada perjuangan kawan-kawan yang lain. Usaha dia untuk menuntaskan apa yang dia udah mulai layak dapet 4 jempol. Dia adalah sahabat yang keputusan-keputusannya sangat berani. Dia rela meninggalkan pekerjaannya untuk menyelesaikan skripsi tepat waktu. Usaha nya luar biasa. Dia korbankan semua nya untuk kuliahnya. Totalitas tingkat dewa.

                Ini kilas baliknya. Dimulai dari keputusan dia untuk resign dari perusahaan tempat dia bekerja. Padahal kita semua tau. Kita kerja untuk keberlangsungan hidup kita. Kuliah untuk masadepan. Secara garis lurus. Kalau tak kerja, bisa dipastikan kuliah pun akan berdampak nantinya. Karena pada dasarnya keberlangsungan keuangan kuliah kita disokong oleh pekerjaan kita. Tapi bukan Arjuna kalau dia menyalahkan kehidupan. Dia sudah pernah mengalami kehidupan yang lebih sulit dari ini. Untuk meneruskan pendidikan SMK nya. Dan sekarang untuk sekali lagi, dia mampu bangkit untuk kuliahnya. Dia Survive dengan apa yang dia putuskan saat ini. Bagiku, dia sudah sukses untuk menjadi inspirasi semua orang. Sedikit banyak akupun terinspirasi olehnya. Bahwa hidup itu adalah sebuah pilihan. Hidup itu tergantung dari keputusan yang diambil. Tak ada kehidupan yang sesuai dengan keinginan kita. Tapi keputusan yang kita buat, kita pertanggung-jawabkan. Akan mempengaruhi semua kehidupan kita. Tak lagi sama dengan keinginan kita mungkin, tapi karena keputusan kita, kehidupan adalah tanggung jawab kita sepenuhnya. Jangan sia-siakan.

                Ujian Skripsi bukan hanya saat ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan. Dengan tanpa penghasilan sama sekali. Penelitian yang dia lakukan membutuhkan biaya yang tak kecil jumlahnya. Bolak-balik ke Universitas indonesia untuk melakukan penelitian. Dia pernah berujar, pendidikan atas nama anak bangsa, Universitas ini besar untuk pendidikan anak bangsa. Tetapi kenapa untuk mendapatkan ilmu harus dipersulit? Harus dikomersilkan? Akupun juga heran. Sama herannya dengan iin. Tapi ketahuilah in. Seharusnya kita lebih bersyukur. Kita tidak masuk ke universitas favorit nomer 1 dinegri ini. Tau kenapa. Universitas ini hanya untuk mereka yang punya intelektual tinggi. Yang nilai sekolah SMA nya tinggi. Yang smart. Nah kita?? Kenapa harus bersyukur? Karena kita tidak ada kewajiban untuk mengembalikan ilmu ke negara tercinta ini. Tak ada tuntutan harus berbalas budi kepada siapapun. Termasuk ke Pemerintah. Kita berdiri dan hidup dengan kedua kaki kita. Pendidikan yang kita pikul kita usahakan sendiri. Tampa campur tangan pemerintah. Jadi dia juga tak berhak untuk menuntut apapun dari ilmu kita. Begitulah..

                Dengan semua itu, Iin masih tetap bertahan. Mempertahankan apa yang dia yakini benar. Mempertahankan ilmu yang dia perjuangkan. Tepuk tanggan gue untuk sahabat gue yang satu ini. Terimakasih atas pelajaran yang lu bagi in.. gue salut sama cara hidup lu. Salut dengan keberanian lu, salut sama keberanian mempertanggung-jawabkan pilihan lu. Aku ngerasa perjuangan ku gak ada apa-apanya dibanding perjuangan lu.

                End of story.. Skripsi bukanlah hal yang harus dihindari. Dia merubah pandangan hidup kita..  Skripsi adalah bagian dari kehidupan kita. Bertanggung jawablah dengan apa yang sudah kita mulai, kalau kita berani memulai, kita juga harus berani menyelesaikanya. Jangan jadi pengecut yang lari dari tanggung jawab. Jangan menjadi pecundang yang selalu menyalahkan keadaan.

                Sukses untuk kita bersama.




0 komentar:

Posting Komentar